Langsung ke konten utama

Anekdot Kisah Si lambat Pemenang Lomba Lari

  Catatan petualangan


Arc : Anekdot pencerahaan

Sub judul: Kisah Si Lambat Pemenang Lomba Lari 

Kali ini izinkan saya menceritakan sebuah penggalan bagian cerita dari sebuah desa. Alkisah dalam suatu periode perjalanan saya dalam mencari berbagai tantangan. Saya mampir pada suatu tempat untuk bertukar kata dengan penduduk. Kurang lebih selama 5 kali rotasi bumi saya menginap. Bersosialisasi dan bercengkrama dengan penduduk. Seingat saya waktu itu tepat saat kataware-doki terjadi ada suatu kebiasaan dari permainan anak-anak di lembah tersebut. Mereka selalu lomba lari di jalan utama hingga batas pohon besar yang dihormati desa setempat. Hal yang menarik dari lomba lari tersebut adalah si anak yang selalu menempati tempat terakhir namun dengan senyuman dan berkata. Di awal pertemuan aku hanya sekadar berpikir bahwa ia hanya senang bermain dengan temannya. Namun, rasa penasaran saya semakin besar hingga tepat hari terakhir saya menginap. Saya mencoba untuk bertanya kenapa dia selalu tersenyum padahal ia selalu menempati tempat terakhir. Dengan senyuman hasnya yang menghiasi bekas luka terjatuh di pipinya ia berkata.


“Aku tak pernah kalah dalam lomba lari ini. Garis finisku dan mereka berbeda. Garis finish seperti itu mungkin hanya garis yang diputuskan oleh orang-orang. Bagiku pohon besar itu hanya sebatas check point. Ada hal yang lebih lanjut yang ingin ku capai. Bukan sebatas pohon besar yang di depan. Aku tak perlu selamanya berlari, terkadang aku juga berjalan kaki atau istirahat, Aku punya garis finish sendiri dan aku selalu menjadi pemenang atas lomba itu. Bagaimana mungkin mereka bisa mengejarku?”


Sedikit tersentak kaget dengan jawaban tersebut akhirnya aku mengingat. Dimana kita hidup dalam masyarakat konflik. Jika kita tidak berkembang kita akan disingkirkan, jika kita tertinggal maka akan dilupakan, yang kuat akan bertahan dan memangsa yang lemah. Sedikit melamun dimana saya terhanyut dalam kompetisi.

Hidup adalah tentang membangun Menara dengan segala kemampuanmu. Saat kita berusaha sedikit demi sedikit. Aku percaya bahwa itu adalah kehidupan yang diciptakan hanya untukmu. Kita tidak perlu membuat Menara ini dg susah payah. Tidak apa-apa untuk merobohkan.

~Fin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Tempurung yang Ditinggalkan Kelomang

  Catatan petualangan Arc rasa Sub judul sajak tempurung yang ditinggalkan kelomang Kali ini kita bercerita tentang kelomang yang selalu berpindah rumah ketika rasa kenyamanannya merasa berkurang. Cukup terpaksa bagi kelomang karena dia hanya butuh sesuatu yang bisa melindunginya dan memberikan kenyamanan. Namun, sudut pandang kali ini berada dari untaian kalimat dari tempurung yang pernah bersenandung. Katanya Tempurung sangat bahagia ketika mereka bersama, mencoba melewati segala hal, hingga yang awalnya hanya sekadar kewajiban ia untuk menjadi rumah hingga muncul suatu perasaan yang lebih. Tempurung meresa ingin menjadi pribadi egois yang menuntut kelomang untuk mengikuti kemanapun tempurung ingin pergi, kenapa? Karena tempurung tidak bisa pergi sendiri. Tempurung bahkan tidak merasa baik saat ditinggalkan kelomang. Tempurung tidak sekuat itu.  Kenyataannya itu bukan mereka lagi, tempurung dan kelomang sudah bukan satu frasa lagi.  Tempurung pun murung hancur luluh mantan terlihat k

Cerpen memperingati hari ibu

  Dekapan Polianthes tuberosa             Kali ini seperti biasa sang surya terbit di ufuk timur tepat pada hitungan prosonya. Meskipun berbeda waktunya tiap tahun, entah mungkin karena di lelah atau mungkin dia berbagi kebahagiaan di awal dengan mahluk lain. Pagi ini tepat pukul setengah lima aku terbangun.             Menurutku pagi selalu menyenangkan, dimana sebagian orang terbangun baik dalam kondisi tersenyum atau dalam kondisi yang kurang baik. Akan tetapi, pagi tetaplah pagi. Suatu tanda bahwa kita sebagai manusia telah melewati sehari yang berlalu begitu saja. Kita sekali lagi sudah melewati masa-masa yang penuh dengan rasa lelah susah resah atau mungkin kita melewati waktu dengan bahagia dengan segala warna cerah yang terlewat.             Pagi ini seperti biasa, merapikan tempat tidur lantas mengambil sedikit air untuk mengusap wajah dan melaksanakan rutinitas semestinya. Namun hari ini sedikit special karena sudah tersadar tujuh belas tahun berlalu dari pertama kali aku mun