Langsung ke konten utama

Cerpen memperingati hari ibu

 


Dekapan Polianthes tuberosa


            Kali ini seperti biasa sang surya terbit di ufuk timur tepat pada hitungan prosonya. Meskipun berbeda waktunya tiap tahun, entah mungkin karena di lelah atau mungkin dia berbagi kebahagiaan di awal dengan mahluk lain. Pagi ini tepat pukul setengah lima aku terbangun.

            Menurutku pagi selalu menyenangkan, dimana sebagian orang terbangun baik dalam kondisi tersenyum atau dalam kondisi yang kurang baik. Akan tetapi, pagi tetaplah pagi. Suatu tanda bahwa kita sebagai manusia telah melewati sehari yang berlalu begitu saja. Kita sekali lagi sudah melewati masa-masa yang penuh dengan rasa lelah susah resah atau mungkin kita melewati waktu dengan bahagia dengan segala warna cerah yang terlewat.

            Pagi ini seperti biasa, merapikan tempat tidur lantas mengambil sedikit air untuk mengusap wajah dan melaksanakan rutinitas semestinya. Namun hari ini sedikit special karena sudah tersadar tujuh belas tahun berlalu dari pertama kali aku muncul dengan tangisan sampai sekarang sudah biasa dengan tangisan. Hari ini tepat pada tanggal ini juga mungkin pertama kalinya aku membawa kebahagiaan pada dunia.


"Setidaknya harus ada satu kebahagiaan untuk diriku sendiri dan orang lain untuk hari ini," Gumamku seraya mengambil air untuk membuat minuman hangat.

            Sembari menunggu air rebusan itu mendidih, akupun membaca novel karya tere liye yang berjudul "Tentang kamu". Jika menurut kalian novel ini tentang perasaan atau romansa anak muda maka kalian harus membaca buku ini. Aku tak mau menceritakannya karena hari ini bukan cerita Sri Ningsih tapi ini cerita tentang Elaya.

            Perkenalkan namaku Elaya. Teman sekolah biasa memanggil aya, seorang perempuan berumur 17 tahun tepat hari ini yang sekarang sedang menempuh pendidikan sekolah atas di suatu kota paling utara pulau jawa. Mungkin jika kusebut nama katanya kalian akan merasa asing bahkan tak tau dimana letak pastinya. Sudah cukup perkenalan dirinya hihihih kita lanjut hari spesial kali ini. Setelah membaca satu bab novel dan mengetahui air rebusan sudah mendidih akupun segera mengambil kotak energen yang kubeli dua hari lampau. Jika kalian bertanya kenapa aku tidak memasak nasi saja tentu jawabannya adalah karena aku "malas" karena pagi hari terlalu banyak hal yang harus diselesaikan. Merapikan buku, menata tempat tidur, menyiram tanaman, menyapu lantai, membersihkan rumah.

"aaaaaa kenapa sih setiap pagi pasti semuanya berantakan," Gerutuku.

            Jika kalian bertanya kenapa tidak makan bersama orang tua maka jawabannya adalah aku hidup seorang diri. Ya begitu banyak cerita yang pernah terjadi tapi tidak apa. Sudahlah ini bukan cerita sedih, kita lanjutkan saja persiapan untuk hari ini. Setelah selesai 'makan energen' dan membersihkan diri sudah rapi. Tentu hari ini akan sedikit spesial. Karena hari ini merupakan hari yang mungkin cukup memberikan kebahagiaan bagi para kaum perempuan sedunia. Dimana pada hari ini putra-putri mereka mungkin menyisihkan ego mereka untuk melakukan sesuatu yang berat sekali mereka lakukan di hari biasa. Jika kita menitik ke sejarah kenapa sih hari ini diperingati sebagai hari itu? Entah akupun juga tidak tahu menahu. Akan tetapi menurut buku dan artikel yang kubaca Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden Nomor 316 tahun 1959 menetapkan hari ini sebagai penghargaan bagi jasa para ibu yang turut dalam memajukan kecerdasan bangsa. Xixixiix entahlah mungkin seperti itu. Jadi untuk kali ini para ibu dari siswa dipanggil untuk mengikuti agenda bersama. Para siswa diminta untuk memakai pakaian bebas asal sopan dan membawa sekuntum bunga. Tentu aku tidak mau kalah dengan membawa bunga yang paling bundaku suka. Kali ini aku membawa sekuntum besar bunga Polianthes tuberosa.

            06.30

            Tepat setelah semua persiapanku selesai akupun segera menuju ke sekolah, dengan memakai sepeda favoritku melaju cukup kencang ke sekolah yang mungkin jaraknya tidak terlalu jauh. Dengan bersepeda saja bisa kutempuh dalam waktu sepuluh menit. Jadi tidak mungkin aku terlambat dengan kekuatanku yang mantan atlit lari ini. Eh sepertinya tidak ada korelasi antara lari denga bersepeda ya? Tapi gapapa mungkin kita bisa lihat dalam stamina.

"Fuhhhh, akhirnya sampai juga. Tumben sekali sekolah sudah ramai jam segini," kataku bergumam sambil menaruh sepedaku pada tempatnya.

            Setelah usai menaruh sepeda dan memperbaiki rambutku yang sedikit berantakan segera bergegas menuju kelas untuk bersiap kegiatan hari ini. Hari ini memang hari spesial tapi kegiatan dilaksanakan pukul 13.00 atau setelah istirahat makan siang. Jadi dari pagi sampai dzuhur masih ada pelajaran yang harus diselesaikan.

            Mata pelajaran hari ini tidak terlalu susah, cenderung beberapa mata pelajaran favoritku. Contohnya jam pertama hari ini adalah Bahasa Indonesia. Karena aku suka sekali dengan membaca tentu saja aku sangat suka Bahasa  Indonesia. Jika aku disuruh memilih antara mendapat makanan gratis seumur hidup atau diberi voucher untuk buku gratis seumur hidup maka tentu saja pilihanku adalah buku. Buku membantuku sekali dalam mendapatkan hal-hal baru yang belum tentu kudapat di sekolah. Contohnya saat ini aku sudah terlamun dengan membaca novel tere liye yang berjudul negeri para bedebah, aku menemukan sebuah fakta baru mengenai tanaman liar di sekitar pekarangan. Ternyata tanpa kita sadari ada banyak sekali tanaman beracun. Akupun terhanyut dalam buku itu sampai temenku menepuk bahuku.


"Hai el, gue dari tadi manggil lo dasar, lagi baca apa sih kok kek  serius banget," Kata Tara sembari menaruh buku tugasnya di meja sebelahku.

"Eh, maaf tar soalnya lagi seru banget hehe," kataku sambil menutup novel.

"Dasar emang ya! lo kalau udah baca itu seraya punya dunia sendiri. Dasar maniak novel!" Jawab tara mendengus kesal.

"Biarin daripada wibu. Huu bau bawang. Gimana tadi mau manggil buat apa?" tanyaku dengan selidik.

            Kenalin Tara merupakan teman sebangku sekolahku. Dengan perawakan yang tinggi dan mungkin bagi kebanyakan orang sekarang disebut good looking? Apalagi dengan aura siswa teladan ketua osisnya yang bikin siapa sih yang gakenal dengan orang satu ini. Tapi orang-orang gatau kalau aslinya tuh orang wibu prik gajelas yang suka gangguin orang lain. Belum lagi kalau halunya mulai. Namun, kek gitu dia tetep bisa kelihatan professional di sekolah dengan menyandang gelar murid teladannya itu.

"Dih, bantuin gue lah review puisi ini. Soalnya nanti pas acara gue disuruh baca puisi. Gila lu tau sendiri kan kalau basic sastra gue itu di wibu. Masak w kasih puisi wibu juga malu-maluin lah!"

"lahh itu mah derita kamu sendiri. Udah tau wibu sok-sokan mau aja bikin puisi buat acara formal kayak gini. Rasain!" Ledekku sambil tertawa.

"Kok lo gitu dah! Gue juga gamau ya tapi gimana gue dipaksa sama Pembina osis. Padahal kalau kayak gini harusnya lu aja yang ambil. Dasar rese banget. Padahal tahun-tahun kemarin gaada acara kayak gini. Bikin pusing aja," gerutu Tara.

"hush gaboleh gitu kamu tar, ya mungkin niat sekolah kan baik. Siapa tau dengan adanya kayak gini akan ngasih bounding buat murid dan wali murid. Biar sekali-kali ada impact langsung gitu. Dah sini sini mana w liat puisi kamu yang gak seberapa itu. Hahahaha"

"Sialan lu el, nih."

            Setelah sedikit berdebat dan saling bertukar kata akhirnya akupun mulai membaca puisi Tara. Sebenarnya puisi tara sudah bagus tapi terlalu banyak menggunakan Bahasa yang bahkan aku saja gapaham itu Bahasa apa. Dengan mempertimbangkan audiens yang mana berasal dari ibu-ibu wali murid yang memiliki latar belakang pendidikan berbeda. Akupun memberi masukan dengan mengganti beberapa diksi agar mudah dimengerti. Karena menurutku karya sastra itu akan lebih indah jika bisa menjadi sarana komunikasi antara pembuat dan pembaca. Jadi diksi yang terlalu tinggi dan berat itu bisa dikesampingkan. Hal yang paling penting adalah yang menjadi target atau tujuan sastra itu dibuat bisa mengerti dengan mudah.

            Setelah dua kali lima belas menit kami berdiskusi akhirnya selesai juga puisi milik Tara yang nanti akan ditampilkan bertepatan dengan acara.

"Dah syukurlah selesai tar, jangan lupa bayaranku ya. Inget gaada yang gratis di dunia ini!" Ancamku ke Tara.

"Iya, iya dah. Teh kotak less sugar dua kan? Parah sih ketua osis dirampok."

            Tara tau apa yang harus dia beri memang. Karena setiap dia meminta pertolongan baik itu penulisan puisi ataupun cerpen pasti aku meminta dua teh kotak less sugar. Itu minuman favoritku bahkan di rumah aku sudah mempunya dua lusin teh kotak di dalam kulkasku.

"Oh iya el, untuk acara hari ini lo nanti gimana? Nanti sama gue aja gapapa okay?" Ajak tara. Terlihat sedikit matanya mulai sayup.

"Santai tar, aku udah ada rencana sendiri kok. Gausah dipikirin dah santuyy."

"Tapi el..." sebelum tara melanjutkan perkatannya aku pun memotong.

"Udah gapapa. Udah terbiasa juga akunya. Sudah 10 tahun. Hari ini bakal beda dengan tahun- tahun sebelumnya kok."

"Tapi el..." sebelum tara melanjutkan perkataanya, dia dipanggil oleh salah satu siswa untuk segara menghadiri rapat osis untuk kegiatan nanti.

            Tara pun pergi beserta rombongannya

12.30

            Kali ini matahari sudah tepat diatas kepala eh tapi bergelincir sedikit. Waktu menandakan bahwa hari sudah berjalan setenganya. Dengan segala persiapan yang sudah selesai terdengan pengumuman dari speaker sekolah.

Dimohon untuk semua murid untuk menuju gerbang depan dan menunggu ibunya masing-masing untuk mengikuti kegiatan yang akan dilaksanakan di halaman belakang. Dimohon juga untuk para murid mempersiapakan persiapannya masing-masing. 

            Lautan murid pun segera bergerak menuju gerbang depan untuk menyambut ibu mereka masing-masing. Dengan hal itu aku merasakan banyak sekali emosi yang belum pernah kurasakan. Ada perasaan bahagia, kebanyakan malu-malu dan beberapa merasa kesal sebal karena terpaksa melakukan acara yang seperti itu.

            Ditengah sibuknya siswa yang bingung mempersiapkan diri merekauntuk bertemu ibu mereka. Aku pun dengan santainya meminum teh kotak dan melanjutkan membaca novel. Ketika sedang terlamun dengan novelku tetiba terdengar suara yang kukenal dan sedikit menyebalkan itu.

"El, lo mau disini atau mau ikut kebelakang?" Tanya tara dengan nada rendah.

"Eh? Mulainya jam 1 kan? Nanti aku nyusul kok. Bentar nanggung ini aku selesain satu bab dulu. Sudah terlanjur seru soalnya," jawabku.

"Beneran gapapa el? Kalau kamu belum siap kamu di kelas aja. Nanti aku sampein ke wali kelas kalau kamu lagi sakit."

"Tar, gapapa beneran. Itu sudah berlalu lama tar. Aku udah gapapa. Aku gaakan kayak tahun kemarin kok. Kalau kamu lihat air itu jatuh lagi maka itu udah beda, gapapa tar. Santai nanti aku ke lapangan belakang juga kok." Jawabku sambil tersenyum.

"Baik deh kalau gitu. Nantii langsung kebelakang aja ya? Nyusul tempat gue. Nanti sama gue aja oke?"

"Iya deh iyaaaa. Bentar ini juga mau selesai. Kamu duluan aja"

            Akhirnya tara pun kebelakang menyusul murid-murid yang lain.

12.55  

            Melihat waktu yang tersisa kurang dari 5 kali rotasi jarum panjang itu akupun segera menutup buku. Segera merapikan meja lantas menuju ke lapangan belakang. Menarik nafas dalam-dalam seraya mengangkat tubuh untuk berjalan.

Kamu udah berjanji untuk hari ini El.

            Kakiku mulai bergerak keluar kelas. Menutup pintu rapat lantas menyusuri lorong untuk pergi ke lapangan belakang. Dalam setiap langkahku masih teringat tahun lalu setiap hari ini. Banyak menyesak. Menjadi alasanku tentang betapa takut dan bencinya aku dengan hujan. Betapa takutnya ketika aku tidak bisa melakukan apapun. Betapa menyakitkan melihat orang yang terkulai lemas. Bahkan untuk menyentuh hujan pun sudah membuatku lemas tertunduk. Kali ini aku mencoba menerima semua itu, daripada melupakan. Jika aku melupakan masa-masa itu maka aku akan selalu mencoba berlari dari segala masalah yang terjadi. Aku tidak akan pernah bisa untuk melanjutkan melukis buku kosong lama itu. Aku tidak akan pernah bisa untuk memberikan warna pada setiap tulisan yang tersematkan

Kali ini akan berbeda Elaya.

            Setelah ubin terakhir terlangkai sudah terdengar suara yang begitu ramai. Suara dari para murid beserta ibunya yang sudah mulai berfoto-foto bahkan tak sedikti juga yang membuat video vlog mereka.

Kali ini berbeda Elaya.

            Pada ubin terakhir itu aku terhenti, menunduk dalam. Berat untuk melihat dan mendengar semua. Hampir saja aku terjatuh seperti tahun-tahun lalu. Aku selalu hancur, lari dan menangis. Hatiku berkata untuk kembali lari ke kelas. Sebelum aku membalikan diri tetiba terdengar suara langkah kaki.

"El, ayok. Mama udah nunggui kamu dari tadi," Tara dengan senyumnya.

            Aku mengangguk. Menuju ke halaman belakang dengan dipandu oleh Tara. Menuju ke arah mamanya. Kukira aku harus menjelaskan kembali mengenai kenapa dan mengapa aku sendiri. Namun jawaban dari mama tara sendiri yang membuatku tenang.

"Mah, Ini anaknya udah kujemput hehe." Kata tara kepada mamanya.

" Ya tuhan nakkk. Kamu beneran Elaya?" Selidik mama tara

"Iya Tante, hehe kok tante tau?

"Kamu putri dari Naila kan?" Tanya mama tara dengan nada gentar,,

"Kok tante tau?" heranku

"Nakkk, saya sahabat mamamu dulu. Dulu mamamu orang yang baik. Dia orang paling baik yang tante kenal. Bahkan banyak sekali teman-teman yang terbantu dengan kebaikan ibumu. Ibumu tak pernah berbuat jahat sekalipun kepada orang yang buruk kepada dia. Namun karena tuhan lebih saying kepada Naila jadi tuhan mengambilnya. Terlebih dahulu. Seperti bunga, yang indah pasti akan selalu dipetik bagi orang yang menyayanginya. Tapi lihat kamu sekarang yang mewarisi mata ibumu. Semoga kamu tetap bahagia dan mewarisi kebaikannya ya nak"

            Mendengar hal tersebut yang awalnya benteng dan bendungan yang sudah kubangun dengan kuat sekarang luluh lantah. Aku menangis sejadi-jadinya. Kali ini bukan tangisan sedih seperti tahun lalu. Namun tangisan lega karena ternyata banyak sekali orang yang masih mengingat dan peduli dengan pernah adanya ibuk.

            Melihatku yang sedang menitihkan air mata kemudia mama tara memelukku dengan erat. Kali ini berbeda, aku sudah berani membuka mataku mencoba memperhatikan sekeliling. Ternyata halaman belakang saat itu sangat indah. Suara, rasa, emois dan bau menjadi satu. Kali ini aku melihatnya warna warni itu. Warna dari bunga yang dibawa oleh masing-masign murid. Bau dari parfum yang digunakan oleh para ibu, suara dan emosi haru bahagia yang mewarnai alam saat itu.

Kali ini sudah berbeda Elaya.

15.00

            Rangkaian acara pun terselesaikan, acara berlangsung dengan sangat meriah dan membahagiakan. Banyak sekali para ibu yang terharu dengan adanya kegiatan tersebut. Memberikan sebuah semangat baru bagi semua pihak yang terlibat. Tidak lupa juga puisi yang Tara bacakan membuat mama tara terharu dengan sangat. Melihat anaknya yang begitu emosional membacakan puisi untuk seluruh ibu dari wali murid.

Waktunya untuk rencamu sendiri El.

            Setelah bel tanda sekolah berbunyi, aku pun segera menggoes sepedaku. Menuju sebuah tempat yang selalu aku kunjungi setiap tahunnya pada hari ini.

            Butuh waktu 7 menit untuk sampai pada lokasi. Kali ini hanya aku sendiri yang hidup di tempat itu. Setelah mencabut beberapa rumput liar dan menaruh bunga. Aku pun tidur pada pangkuan tempat itu.

            Selamat hari ibu buk, tahun ini ceritaku bakal berbeda seperti tahun-tahun sebelumnya. jika sebelumnya pasti tentang sedih dan buruk alhamdulillah akhir-akhir ini aku bisa nerima segala hal diri sendiri. Alhamdulillah buk bisa sowan lagi di tanggal yang sama karena aku juga lagi magang di sini wkwkwk. Anakmu udah makin besar buk, udah gak kayak duluu. udah gak secengeng dulu, si manja dulu, si penakut dulu. sekarang jugaa aku udah suka hujan bahkan berani buat hujan-hujan. meskipun sedikit tersisa kenangan waktu terakhir kali disamping ibuk sebelum ibuk pergi. aku udah bisa nerima takdir itu, hujan gapernah salah kan buk? semua sudah qada' dan qadarnya. aku udah gak nangis lagi kalau ada hujan deresss. aku udah gak marah lagi kalau ada hujan. Oh iya buk, inget temen-temen yang sering aku ceritainnn? mereka semua baikkkkk bangettt. mereka udah kayak kakak sendiri. alhamdulillah bener kata ibuk. kalau kitanya berbuat baik pasti bakal mendatangkan hal baik juga. Aku sekarang lagi mempersiapkan diri untuk masuk perguruan tinggi. Doain ya semoga bisa masuk ke perguruan tinggi yang aku pengen. Ga sadar sudah 12 tahun ibuk pergii, akuuu sekarang tinggal sendirian. berani kannn? padahal dulu aja boro boro sendiri. ada lampu rumah yang mati aja aku nangis takutt. 

Sekarang aku udah bisa menerima dan mengenal diri sendiri buk jadi rasanya lebih legaaa. sudah menerima segala hal yang dituliskan, mencoba menerima hal hal yang gabisa diubah, menerima hal hal buruk yang sudah terjadii. gapapa semua bakal baik-baik saja. kan ada tuhan yang selalu mengetahui hambanya kan? Oh iya bukk kayla sekarang udah tinggiii bgttttt. udah mau nyalip aku, kalau ibuk masih disini mungkin udah setinggi ibuk. Kalau liat dia ingetnya liat ibukkk, suarnaya halus gituuu cuma banyak pendiemm. kasihan dia masih kecil pas ibuk pergi tapi gapapa dia udah bahagia sama keluarga bapak jugaa. amannn semua dalam kondisi terbaikkk.

Oh iya bukkk, aku udah 4 bulan inii selalu lihatin langit kalau malam. menurut buku yang kubaca manusia dan bintang itu memiliki suatu unsur pembentuk yang samaa. jadiii mungkin ada sedikit kemungkinan kecil kalau ibuk sudah jadi bintang di atas kannn? Semoga salah satu yang biasa aku sering ajak bicara itu ibukk. satu bintang yang cahanya biru lebih terang dan hangat auranya daripada yang lain. rasanya tenang bangett

Kali ini aku juga bawa Polianthes tuberosa, bunga favorit ibuk dari dulu. Yang selalu tersedia di atas meja dengan bau wanginya yang khas. Kata ibuk bunga itu selalu menghadirkan dekapan yang bisa menangkan hati. Bisa membantuk memeluk dan menyambung antara dua dunia. Bisa mengirimkan pesan melintasi dimensi. Kali ini aku bawa buk. Semoga bunga itu bisa menyampaikan kabarku saat ini

Semoga ibuk disana juga bahagia yaa, semoga kebaikan ibuk dulu menghantarkan ibuk kepada nikmat kubur. Doakann anakmu ini tetap damai dan bahagia yaa. oh iyaaaa semoga juga si dia yang aku ceritain peka xixixiixix maklum anak muda aku udah ngenal namanya perasaaan. kalau ada ibuk pasti udah aku ceritain betapa gesreknya anakmu ini. Elaya kangen tapi gapapaa ibuk gapernah kemana-mana jugaaa. pasti ibuk masih ada di bagian terkecil hati kan? sekali lagi selamat hari ibuk.

           

            Ceritaku usai, tentang kenapa harus bunga Polianthes tuberosa atau tentang bagaimana aku mencoba untuk menerima segala takdir tuhan.. mencoba menjawab pertanyaan kenapa aku benci 22 desember, kenapa aku benci hujan, kenapa aku membenci hal-hal yang seharusnya tidak dibenci. Semua sudah usai, Elaya sudah bukan elaya yang dulu lagi.

            Pesan Elaya kepada kalian, jangan takut ekspresikan emosi sayang kalian sebelum kalian menyesal tidak bisa mengungkapkan kembali rasa sayang tersebut.

~Fin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anekdot Kisah Si lambat Pemenang Lomba Lari

  Catatan petualangan Arc : Anekdot pencerahaan Sub judul: Kisah Si Lambat Pemenang Lomba Lari  Kali ini izinkan saya menceritakan sebuah penggalan bagian cerita dari sebuah desa. Alkisah dalam suatu periode perjalanan saya dalam mencari berbagai tantangan. Saya mampir pada suatu tempat untuk bertukar kata dengan penduduk. Kurang lebih selama 5 kali rotasi bumi saya menginap. Bersosialisasi dan bercengkrama dengan penduduk. Seingat saya waktu itu tepat saat kataware-doki terjadi ada suatu kebiasaan dari permainan anak-anak di lembah tersebut. Mereka selalu lomba lari di jalan utama hingga batas pohon besar yang dihormati desa setempat. Hal yang menarik dari lomba lari tersebut adalah si anak yang selalu menempati tempat terakhir namun dengan senyuman dan berkata. Di awal pertemuan aku hanya sekadar berpikir bahwa ia hanya senang bermain dengan temannya. Namun, rasa penasaran saya semakin besar hingga tepat hari terakhir saya menginap. Saya mencoba untuk bertanya kenapa dia selalu ter

Cerpen Tempurung yang Ditinggalkan Kelomang

  Catatan petualangan Arc rasa Sub judul sajak tempurung yang ditinggalkan kelomang Kali ini kita bercerita tentang kelomang yang selalu berpindah rumah ketika rasa kenyamanannya merasa berkurang. Cukup terpaksa bagi kelomang karena dia hanya butuh sesuatu yang bisa melindunginya dan memberikan kenyamanan. Namun, sudut pandang kali ini berada dari untaian kalimat dari tempurung yang pernah bersenandung. Katanya Tempurung sangat bahagia ketika mereka bersama, mencoba melewati segala hal, hingga yang awalnya hanya sekadar kewajiban ia untuk menjadi rumah hingga muncul suatu perasaan yang lebih. Tempurung meresa ingin menjadi pribadi egois yang menuntut kelomang untuk mengikuti kemanapun tempurung ingin pergi, kenapa? Karena tempurung tidak bisa pergi sendiri. Tempurung bahkan tidak merasa baik saat ditinggalkan kelomang. Tempurung tidak sekuat itu.  Kenyataannya itu bukan mereka lagi, tempurung dan kelomang sudah bukan satu frasa lagi.  Tempurung pun murung hancur luluh mantan terlihat k