Catatan petualangan
Arc : Ilmu
Sub judul : Lelakon mencari ilmu adaptasi para pujangga dulu
Sebagai seorang yang lahir dengan beragam cerita mulai dari hikayat, legenda, babad dan juga cerita pewayangan. Banyak sekali hal-hal yang merasuk kepada sukma manusia satu ini. Salah satunya tentang bagaimana cara ksatria pewayangan yang mencari ilmu apapun bentuknya kepada sang guru. Salah satu lakon yang saya ingat ketika petruk menjadi seorang pandhita yang mana kita ketahui petruk atau saat lakon ini disebut Begawan sabdo polo dan hanya seorang punakawan yang derajatnya hanya sebatas “batur”. Pada cerita tersebut saya tercerahkan melihat sosok anoman yang begitu setia mengabdi kepada sang pandhita. Bahkan mendapatkan pencerahan sederhana saja anoman merasa perlu mengabdi bahkan siap membela pandhita. Dalam beberapa perjalanan saya bertemu banyak sekali pandhita di beberapa petilasan maupun beberapa juru kunci. Pada hakikatnya sama, saya mencoba meminta minum. Namun yang menjadi pembeda hanya pada rasa dari air minum tersebut. Mulai saat itu saya memegang prinsip, dimana saya mendapatkan ilmu baik secara langsung maupun tidak langsung saya akan menghormati orang tersebut.
Hingga akhirnya saya ke suatu padepokan pendidikan ketika mendapat kesempatan kampus. Jika biasanya saya ke padepokan informal berbasis budaya, kali ini saya ke sesuatu lebih formal. Berbekal satu hal, yaitu wejangan dari salah satu pandhita, dimana ketika kita ingin mendapatkan isi kerbekahan atau air minum itu maka sebaiknya kita kosongkan dulu isi dari gelas kita. Hal paling utama yang bisa kita lakukan adalah menghormati “Sing mbahu rekso” atau sosok yang menjadi sandaran setempat. Akhirnya setelah mendapat izin sing mbahu rekso saya dipasangkan dengan salah satu srikandi yang tersirat pada gambar di atas. Banyak sekali hal yang saya dapatkan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa siswa ketika saya sedang sharing pengalaman pernah berkata “Kemana gurunya kak, kok kakak yang ngajar, enak di ajar sama gurunya kak”. Pada awalnya banyak berkecil hati karena belum bisa memberikan pengajaran senyaman yang diberikan guru asli. Namun seiring berjalannya waktu akhirnya bisa mengisi gelas yang kosong. Sudah penuh, meskipun rasa minumnya tak semanis yang dibuat beliau. Tapi banyak sekali hal yang saya dapatkan ketika belajar menjadi pandhita pada pedepokan kali ini.
Komentar
Posting Komentar