Catatan petualangan
Arc rasa
Sub judul sajak tempurung yang ditinggalkan kelomang
Kali ini kita bercerita tentang kelomang yang selalu berpindah rumah ketika rasa kenyamanannya merasa berkurang. Cukup terpaksa bagi kelomang karena dia hanya butuh sesuatu yang bisa melindunginya dan memberikan kenyamanan. Namun, sudut pandang kali ini berada dari untaian kalimat dari tempurung yang pernah bersenandung. Katanya
Tempurung sangat bahagia ketika mereka bersama, mencoba melewati segala hal, hingga yang awalnya hanya sekadar kewajiban ia untuk menjadi rumah hingga muncul suatu perasaan yang lebih. Tempurung meresa ingin menjadi pribadi egois yang menuntut kelomang untuk mengikuti kemanapun tempurung ingin pergi, kenapa? Karena tempurung tidak bisa pergi sendiri. Tempurung bahkan tidak merasa baik saat ditinggalkan kelomang. Tempurung tidak sekuat itu.
Kenyataannya itu bukan mereka lagi, tempurung dan kelomang sudah bukan satu frasa lagi. Tempurung pun murung hancur luluh mantan terlihat kulitnya yang hancur dan bahkan banyak terkena erosi.
Tempurung lambat laun sadar bahwa kelomang telah menjadi salah satu klausa yang mengisi kalimat dalam ceritanya. Menjadi bagian dari proses pendewasaan dan juga berpartisipasi dalam kebahagiaan meskipun sesaat. Tempurung meminta maaf jika ia terlalu berlebihan dalam menempatkan rasa yang gak harusnya itu muncul. Sudah terkubur malahan tumbuh subur meksipun tanpa pupuk.
Tempurung tidak gagal dalam menjatuhkan bibit perasaan itu. Tulusnya kuat, sayangnya penuh, kasihnya sangat. Tempurung menulis beberapa sajak maaf, maaf karena terpaksa harus bertemu dan maaf harus menerima segala kata yang penuh pinta. Sejak saat itu tempurung berjanji akan selalu menyimpan hal-hal yang harusnya dia simpan.
Terlepas dari segala hal tempurung meminta maaf pernah memaksa untuk segala cara agar kembali, memaksa kelomang pulang, bahkan hanya sebatas tempat berbicara tidak lebih.
Tempurung tersadar bahwa dalam periodisasi sajak itu, beberapa hal perlu dilepas, selayaknya burung elang yang harus melepas bulu, paruh, cakar agar bisa tetap hidup. daripada harus sekarat dalam perasaan yang memang tak mungkin tergapai. Tempurung berpikir bahwa sang wahai maha akan memberikan apa yang ia butuhkan, bukan apa yang ia inginkan
Komentar
Posting Komentar